Piala Oscar, Demi Prestige atau Kelarisan ?

All Hands,

Jangan pernah mengira film yang menang Oscar pasti laris manis di pasaran. Begitu juga Sebaliknya, Film yang laris di pasar tak selalu meraih penghargaan bergengsi itu. Keputusan juri Academy Award memang tak bisa diganggu gugat, tetapi bukankah lebih tepat kalau film pemenang Oscar juga laris di pasaran ?

Tentu kita masih ingat film Avatar, Film besutan sutradara James Cameron yang dirilis 2009 lalu hingga kini masih dinobatkan sebagai film terlaris sepanjang masa dalam catatan sejarah industri film Hollywood. Film itu menumbangkan film karyanya sendiri, Titanic (1997). Dengan biaya 200 juta dolar AS, film yang mendapat predikat film terbaik pada ajang Academy Awards 1998 ini berhasil mengeruk keuntungan hingga 1,84 miliar dolar dan menjadi film terlaris sepanjang sejarah sampai tahun2009, sebelum akhirnya dikalahkan oleh Avatar.

Namun, pencapaian yang luar biasa dari Titanic dengan 11 Oscar, tak diikuti Avatar yang gagal mendulang prestasi film terbaik dalam perhelatan ke-81. Meski berhasil membukukan laba hingga 2,8 miliar US dolar. Angka yang cukup fantastis untuk sebuah film yang digarap dengan biaya 300 juta US dolar.

Sayang, film yang sukses secara komersial dan menyabet penghargaan film terbaik diajang Golden Globe Award 2010 belum membuat para juri Oscar waktu itu menjadi luluh dan meloloskannya sebagai pemenang Oscar. Justru Kathryn Bigelow, sang mantan istri malah yang meraih Oscar lewat filmnya The Hurt Locker sebagai film dan sutradara terbaik 2010. Kekalahan Cameron itu mengejutkan karena sebelumnya para peminat dan kritikus film menjagokannya naik podium. Film Avatar digadang-gadang akan menjadi jawara, Tapi tim juri berbicara lain, mereka tak menempatkan film idola penonton nan laris manis ini sebagai pemenang. Karena “melupakan” faktor penikmat film, perhelatan itu pun dianggap mengecewakan dan sepi penonton, Ajang Oscar sebenarnya menjadi ajang pengakuan bagi film populer seperti beralih kiblat dan seakan berlari menjauh dari ciri khasnya dengan memberi tempat pada film yang tak ditonton banyak orang alias ga populer.

Namun sebenarnya, penilaian juri yang memberikan kejutan pada industri film Hollywood bukan hanya dalam perhelatan Oscar 2010, Saat itu pengamat film menjagokan The Social Network bakal menjadi film terbaik, tapi nyatanya justru The King’s Speech yang menjadi bintang di perhelatan Academy Award ke-83.

Dalam perhelatan Oscar ke-78, film Crash (2006) dinobatkan sebagai film terbaik. Predikat ini menjungkirbalikan prediksi kritikus sekaligus pencinta film yang sangat yakin bahwa Brokeback Mountain akan membawa pulang piala paling bergengsi itu. Prestasi itu dianggap mengejutkan film bergenre drama thriller dari Paul Haggis yang kurang diperhitungkan. Crash menuai keuntungan ganda, Berkat Oscar film yang menelan biaya 6.500 ribu US dolar dan dibintangi Sandra Bullock mampu menghasilkan keuntungan sebesar 63 juta pound (setara dengan Rp 899 Miliar). Penjualan Keping DVD nya mampu mencapai 17.500 keping/hari setelah pengumuman Oscar.

Kalau dilihat dari sisi komersial, pemasukan itu kalah jauh dibandingkan film Pirates of The Carribean : Dead Man’s Chest yang hanya meraih efek visual terbaik dan beberapa nominasi di ajang Golden Globe Awards 2006. Film petualangan kocak seri kedua dari trilogi Priates of the Caribbean milik Gore Verbinski dengan bujet 225 juta US dolar ini laris manis dan berhasil meraup keuntungan 1,06 miliar US dolar. Cerita nyaris sama dialami film The Depareted (2007) yang berhasil menyingkirkan Babel, film yang banyak mendapat pujian kritikus film. Setelah dinobatkan sebagai film terbaik dalam Academy Awards k-79, film dengan dana 90 juta US dolar ini melesat pada jajaran film yang laku keras (box office) di Amerika Utara dan menjadi film terbesar dalam karier sutradara Martin Scorsese dan membukukan penjualan tiket lebih dari 131 juta US dolar.

Di Academy Awards ke-80, genre film kekerasan serupa The Departed dengan biaya 25 juta US dolar juga masih menghiasai Oscar. Film dari novel karya Cormac McCarthy, No Country for Old Men dengan judul sama menyabet gelar film terbaik serta menobatkan sutradara terbaik Joel Coen dan Ethan Coen. Film ini menghasilkan keuntungan 171 juta US dolar. Lagi-lagi sang kuda hitam berjaya. Slumdog Millionaire (2009) meraih film terbaik di Academy Awards ke-81 dengan 8 Oscar termasuk sutradara terbaik untuk Danny Boyle. berbeda dengan pemenang Oscar sebelumnya, film ini cukup memikat juri di berbagai ajang bergengsi seperti Golden Globes, Choice Awards, dan BAFTA Awards serta meraup keuntungan 61 juta US dolar atau empat kali lipat dari biaya pembuatannya yang hanya 15 juta US dolar.

Sutradara sekaliber Steven Spielberg pun, dengan film Saving Private Ryan (2004) harus menelan ludah dan menerima kekalahan dari Shakespeare in Love yang menggondol predikat film terbaik. Padahal banyak pihak sudah yakin akan kemanangan karya Steven Spielberg ini. Begitu juga sekuel film Harry Potter yang tak meraih penghargaan Oscar, tetap laris-manis.

So, Oscar sering bukan jaminan langsung ke arah keberhasilan sebuah film dari sisi komersial. Lantas, bagaimana dengan animo penonton terhadap peraih film terbaik di perhelatan Oscar yakni The Artist ? saya sendiri kurang menyukainya :-), At least apakah penjurian Oscar perlu direvisi kalau perlu menggunakan sistem penjurian vote by public, biar penikmat film yang menentukan.. bukankah lebih adil ?

23 pemikiran pada “Piala Oscar, Demi Prestige atau Kelarisan ?

  1. bnr bgt sob, ane jg g trlalu prcya ma hasil kputusan piala oscar nih. klo cri referensi film y liat2 dl, bis tu br nnton. dn mmng bnyk jg film2 bgus yg g dpt oscar, dn bnyk jg film2 oscar yg sbnr’a g bgus n g mutu… stuju lah, hehe 😀

    Balas
  2. Ralat,go. Saving Private Ryan kan tahun 1998, bukan 2004. Hehe…soal vote by public cc ga setuju, apalagi klo nominasinya juga di vote by public. Isa2 ntar yg mng best picture nya twilight n best actor nya rob patz. Cape deh….kayak mtv movie award aja.

    Balas

Tinggalkan komentar